Film 3 Dara 2 : Potret Diskriminasi Gender Dalam Nuansa Komedi







Film 3 Dara 2 : Potret Diskriminasi Gender dalam Nuansa Komedi, Film 3 Dara 2 menjadi pilhan saya final pekan lalu. Film ini ialah sekuel dari film sebelumnya walaupun dengan kisah yang berbeda. Di Film 3 Dara 1, tiga tokoh utama yang terdiri dari Afandi (Tora Sudiro), Jay (Adipati Dolken)  dan Richard (Tanta Ginting) diceritakan menerima kutukan dari seorang pelayan kafe yang telah mereka goda. Mereka bertiga yang sering meremehkan perempuan, dikutuk menjadi perempuan. Mereka karenanya mencicipi bagaimana suka sedih menjadi perempuan.

Di sekuel keduanya ini memang tidak menceritakan soal kutukan lagi. Tapi mereka yang selama ini meremehkan kiprah istri sebagai ibu rumah tangga, karenanya mencicipi bagaimana menjadi seorang bapak rumah tangga.

Contoh Kasus Diskriminasi Gender


Film ini dibuka dengan Afandi yang dihantui mimpi buruk, dikutuk menjadi wanita kembali, ibarat sekuel sebelumnya. Lalu ada adegan dimana ketika sarapan bersama antara Afandi, Aniek (Fanny Fabriana) dan Eyang Putri (Cut Mini). Dimana Aniek melaksanakan semua pekerjaan rumah, mulai dari menyiapkan sarapan, mencuci baju hingga memakaikan sepatu dan jas suaminya (Afandi). Sementara Afandi tinggal duduk santai di meja menikmati sarapan sambil membaca koran. Melihat ini Eyang Putri protes, beliau tidak rela anak perempuannya dijadikan ibarat pembantu. Padahal selama ini Afandi bekerja di perusahaan miliknya. Bahkan Eyang Putri menyebut Afandi sebagai lelaki “Mokondo” alias Modal K***ol Doang.
Adegan diawal ini ingin menampilkan bagaimana pola diskriminasi gender dalam kehidupan sehari-hari. Secara sosiologis gender berasal dari kata “genus” yang artinya jenis atau tipe. Gender ialah sifat atau prilaku yang terdapat dalam diri insan baik itu wanita maupun pria yang menjadi ciri khas dari diri seseorang. Gender berafiliasi dengan perbedaan kiprah dan tanggung jawab antara wanita dan laki-laki. Laki-laki yang maskulin diidentikkan dengan peran-peran di ranah publik, sedangkan wanita dengan gambaran feminism menerima bab kiprah dalam ranah domestik.
Pada masyarakat patriakhi ibarat Indonesia ini, diskriminasi gender masih sering terjadi. Kebanyakan wanita sebagai korbannya. Salah satu pola diskriminasi gender yang ingin diangkat dalam film ini ialah subordinasi yang dialami perempuan. Subordinasi atau penomorduaan ini ialah dimana wanita dengan ciri-ciri fisik yang menempel padanya dianggap tidak penting. Perempuan yang telah menjadi seorang istribertanggungjawab mengerjakan tugas-tugas rumah tangga yang berdasarkan sebagian besar pria ialah pekerjaan yang remeh, tidak berharga. Bila ditanya apa kiprah dari istri, maka sebagian besar jawabannya ialah peran-peran seputar dapur-sumur-kasur saja.

Pesan Kesetaraan Gender




Afandi yang sudah bosan terus menerus dihina mertuanya ingin merubah nasib. Menjadi konglomerat sejati dengan berinvestasi di bidang perkebunan. Dia pun karenanya mengajak dua orang sobat karibnya, Jay dan Richard. Awalnya Richard ingin berkonsultasi dulu dengan istrinya, Kasih (Rania Putrisari) yang juga merupakan anak Afandi. Tapi dihentikan oleh Afandi, menurutnya Kasih tidak perlu tahu. Urusan ibarat ini tidak perlu diketahui oleh perempuan. Perempuan jangan dikasih urusan yang ribet-ribet. Disini terlihat lagi pola kasus diskriminasi gender, wanita dinomorduakan. Menjadi makhluk yang subordinat. Richard tidak berkutik, titah mertua wajib beliau turuti.
Mereka bertiga karenanya menginvestasikan uang sebesar 45 milyar. Celakanya ternyata mereka ditipu oleh Bowo (Dwi Sasono), yang mengajak mereka berinvestasi di bidang perkebunan. Uang mereka hilang, investasinya bodong. Mau untung malah buntung. Setelah itu kehidupan mereka berubah drastis, semua asset dan tabungan ludes. Bahkan mereka harus menumpang di rumah Eyang Putri.
Ketika di rumah Eyang Putri inilah pergantian kiprah terjadi. Mereka bertiga menjadi bapak rumah tangga, sementara para istri pergi bekerja. Disini mereka gres mencicipi bagaimana susahnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Belanja, masak, mencuci dan membersihkan rumah tak segampang dengan yang selama ini mereka pikirkan.
Meskipun endingnya praktis ditebak, film ini telah bisa menghibur penonton. Dalam film ini Monty Tiwa ingin memberikan pesan perihal kesetaraan gender, yang memang masih perlu diperjuangkan di Indonesia. Meskipun pesannya kurang berpengaruh tersampaikan, film 1 jam 28 menit ini bisa menjadi salah satu bahasan yang menarik dengan pasangan. Saya menonton film ini bersama suami, sesudah nonton kami terlibat diskusi yang cukup panjang. Beruntung selama ini suami masih mau menyebarkan kiprah dalam mengurus tugas-tugas rumah tangga. Alhamdulillah ya ternyata suami saya bukan pria “Mokondo”, haha. Nah bagaimana denganmu? Apa sudah nonton film ini? Apa suamimu masih enggan membantu mengerjakan tugas-tugas rumah tangga? Atau mungkin suamimu ialah pria “Mokondo”? bila iya, seret beliau ke bioskop untuk nonton film ini. Hehehehe…


Sumber http://www.deestories.com/

Comments

Popular posts from this blog

Harus Tau !! Inilah 4 Penyakit Berbahaya Akibat Keseringan Makan Mie Instan

Inilah Perbedaan Signifikan Xiaomi Mi Grup Musik 2 Dan Xiaomi Mi Grup Musik 3

Download Ebook pdf Metode Dan Aneka Teknik Analisis Bahasa